Senin, 10 Juni 2013

Daun Kehidupan Alifa


" Aliiifaaa..." Asna dan Liana memanggil Alifa. 
" Iya...." 
" Main, yuk! " 
" Main apa? " Alifa sedang asyik menyusun peralatan belajarnya sehabis pulang sekolah tadi. 
" Main masak-masakan kayak kemarin. Nanti aku jadi pedagang sayuran, Asna dan kamu jadi ibu-ibunya. " Jelas Liana. 
" Aku aja yang jadi pedagangnya " Pinta Alifa. 
" Gantian, dong. Kemarin kan kamu udah jadi pedagang. Jadi hari ini gantian sama aku. Nah, besok baru gantian sama Asna. " Liana mengatur peran temannya hari ini. 
" Yaudah, tunggu ya aku simpan ini dulu. Kalian pergi aja duluan ke tempat kita main kemarin, nanti aku datang ." Alifa menyetujui aturan main hari ini. 
Asna dan Liana pun berangkat ke tempat biasa mereka main. Di sebuah lapangan kosong bekas ladang yang sudah hampir dua tahun ditinggal pemiliknya inilah mereka bermain masak-masakan. Suasana pedesaan yang tampak asri membuat anak-anak ini selalu bisa menikmati hari. Aneka buah, bunga dan pohon ada di sekitar mereka bermain. Tidak seperti anak kota yang mungkin lebih senang main boneka. Alifa, Asna dan Liana lebih senang bermain masak-masakan. Bocah usia tujuh tahunan ini sudah memiliki hobi masak sejak kecil dikarenakan sering membantu ibunya di dapur. 
Daun keladi, daun pisang, daun sirsak dan daun-daun lainnya adalah jenis sayuran yang biasa mereka masak. Dimana daun sirsak mereka sepakati sebagai alat pembayaran alias uangnya. Setiap hari daun-daun akan berserakan di sekitar tempat mereka bermain. Bukan karena angin yang membuatnya gugur. Tapi karena anak-anak itu memetiknya dari tiap-tiap ranting. Pohon sirsak yang tidak terlalu tinggi itu masih bisa mereka capai kadang juga mereka panjat. Berebut mengambil daunnya sebanyak mungkin sebab siapa yang paling banyak mengumpulkan daun sirsak maka dialah yang paling banyak uangnya alias paling kaya di antara mereka. 
Peristiwa ini hampir setiap hari terjadi. Lebih-lebih kalau hari libur mereka bisa bermain lebih lama dan lebih ramai. Setiap hari daun-daun itu terbuang begitu saja. Anak-anak yang masih lugu itu sungguh tidak mengerti manfaat tumbuh-tumbuhan. Daun-daun itu mereka buang begitu saja tanpa peduli apakah daun itu akan sedih atau tidak karena sudah disia-siakan. Daun sirsak setiap hari akan bertaburan di bawah pohonnya. Dan keesokan harinya mereka akan mengambil daun sirsak yang baru sebagai uang mereka membeli sayuran dan kebutuhan memasak lainnya. Begitu seterusnya. 

*** 

Dua belas tahun berlalu. Alifa, Asna dan Liana sudah beranjak dewasa. Mereka sudah melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi yang berbeda-bada. Tiga sahabat dekat ini masih sering berinteraksi lewat Handphone sekedar menanyakan kabar dan curhat-curhatan. Namun tidak ada yang pernah membahas peristiwa main masak-masakan itu lagi. 
Sudah tiga bulanan ini Alifa tidak bisa dihubungi. Asna dan Liana akhirnya memutuskan untuk pulang kampung demi menemui sahabatnya itu. Sesampainya di rumah Alifa, Asna dan Liana melihat sahabatnya Alifa sedang terbaring lemah di atas ranjang birunya. Alifa yang terkejut dengan kehadiran dua sahabatnya itu hanya bisa tersenyum pasi. 
" Apa yang terjadi Alifa? " Tanya Asna. 
" Kau tidak memberi kabar sama sekali. Sudah tiga bulan nomormu tidak bisa dihubungi. Begitu juga keluargamu, tidak ada yang bisa dihubungi. " Liana menimpali. 
" Maafkan aku, ya. Sudah bikin kalian khawatir. Aku sengaja tidak memberi kabar karna takut mengganggu kuliah kalian berdua. Soalnya sekarang kan sudah detik-detik akhir kuliah, kalian pasti sibuk ngurusin skripsi. Aku tidak mau menambah beban pikiran kalian. " Alifa tersenyum lebih lebar. 
" Tapi kamu itu sahabat kami, Alifa..." Asna mulai berkaca-kaca. 
" Aku baik-baik saja, Asna sayang. " 
" Sebenarnya apa yang terjadi padamu sobat? " Liana bertanya. Suasana hening sejenak. 
" Kata dokter, aku hanya terkena kanker otak ." Jawab Alifa mencoba tersenyum sekuat mungkin. 
" Apa? Hanya?? " Asna tak kuasa menahan airmatanya. Suasana berubah menjadi haru. Langit biru siang itu menjadi kelabu. Tiga sahabat ini saling berpelukan. Melepas kerinduan sekaligus saling memberi kekuatan. 
" Kalian masih ingat tidak waktu kita kecil dulu, kita sering sekali main masak-masakan dan jualan sayuran. Kita menjadikan daun sirsak sebagai uang untuk beli alat-alat dan bahan untuk masaknya. Aku pikir itu hubungan terakhirku dengan daun sirsak tapi siapa yang menyangka ternyata Allah menginginkan aku untuk bermain lagi dengan daun-daun itu ketika dewasa dan mungkin untuk selamanya. Karena keluargaku tidak punya biaya untuk operasi maka seorang tabib menyarankan agar aku mengkonsumsi daun sirsak setiap hari sebagai ganti kemoterapi. Kalau saja pihak rumah sakit waktu itu mau bergabung dengan kita untuk main masak-masakan pasti dia mau menerima daun sirsak ini sebagai uang untuk biaya operasiku. Tapi ternyata kisah sudah berubah alur dan skenarionya, daun sirsak yang dulu menjadi uang, kini sudah beralih fungsi menjadi penyambung nyawa untukku. Kalau tau begini, mungkin aku tidak akan membuang daun-daun sirsak saat kita kecil dulu. Aku akan mengkonsumsinya setiap hari sebelum penyakit ini menghampiri. Heheee...." Alifa mencoba mencairkan suasana karena tak ingin melihat dua sahabatnya tambah khawatir. 

Sejatinya, semua yang ada di alam dan di kehidupan ini pasti memiliki manfaat. Sebab Allah tidak akan menciptakan sesuatu tanpa manfaat walau sekecil apapun itu. Karenanya janganlah membuang atau menyia-nyiakan sesuatu yang ada di sekelilingmu. Seperti apapun tidak bermanfaatnya sesuatu itu bagimu saat itu selama ia tidak memberi mudhorat apa-apa maka jangan pernah menyia-nyiakannya. Karena boleh jadi ia tidak berguna hari ini namun sangat engkau butuhkan suatu saat nanti. Atau bila pun ia tidak berguna bagimu mungkin sangat bermanfaat bagi orang lain. Alifa kini mengerti bahwa begitu berartinya daun sirsak bagi kehidupannya. 

Tidak ada komentar :

Posting Komentar