Jumat, 11 September 2015

Kepadamu, Fulan bin Fulan


Kepadamu, Fulan bin fulan...
Di sebuah tempat yang entah,

Semoga cinta-Nya selalu merahmati perjuanganmu. Sebuah perjuangan yang mungkin sedang  kau perjuangkan untuk masa depan “aku dan kau” hingga menjadi “kita”.

Aku sedang tak ingin dan memang tak akan membayangkan kau siapa, bagaimana dan seperti apa. Aku cukup berkaca diri lalu bertanya, “ aku siapa, bagaimana dan seperti apa”. Mungkin seperti itulah kau. Lalu kulihat banyaknya kekurangan yang masih kumiliki, dan aku pun bertanya lagi, “maukah kau melengkapinya nanti?” Banyaknya cela yang masih menghiasi diri, buatku bertanya sekali lagi, “sudikah tanganmu menghapus aneka noda yang masih tersisa dari diri yang sudah berusaha kuperbaiki?”

Kupejamkan mata menahan sesuatu yang ingin tumpah, “ Sungguh, aku bukanlah seseorang yang sempurna...” 
Aku wanita yang tak indah dipandang mata, bukan ciri-ciri bidadari yang Qurrata a’yun buat lelaki. Tapi semoga akulah satu-satu penyejuk matamu nanti, lelakiku. 
Meski mungkin akan berat buatmu memutuskan untuk hidup bersamaku kelak. Aku tidak akan banyak menuntut kau harus seperti apa. 
Iman, penerimaanmu yang tulus dan sholat lima waktumu yang selalu kau jaga sudah cukup untuk membuatku menjadi wanitamu yang bahagia.

Fulan bin fulan...

Kemana rindu akan kubawa jika sedini hari mata ini tak mampu kupejamkan? Kemana rindu akan kutempatkan bila hati sudah tak mampu menampungnya lagi? Lalu, kemana rindu akan kusimpan bila belum kutemukan tempat yang aman?

Kesibukan yang kupunya seolah tak mampu lagi menepis rasa rindu ini, berbagai peran yang kulakoni juga tak mampu mengusirnya pergi. Aku berusaha setiap hari, berperang dengan diri sendiri melawan rindu yang semakin hari kian akut. Namun lagi-lagi aku gagal.

Tolong katakan padaku, “kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda...” hingga aku tak akan lelah mencoba. Mencoba bangkit kembali setiap kali aku jatuh, mencoba berjalan kembali setiap kali kaki ini lelah dan berhenti melangkah, dan mencoba berlari lebih cepat dari sebelumnya meski aku tahu aku akan jatuh berkali-kali. Aku hanya harus tetap bangkit sesakit apapun rasanya jatuh. Semoga pada kilometer sekian, di hari kesekian pada usiaku yang kesekian, ada yang mengulurkan tangannya meraihku berdiri dan berkata, “ Aku sudah tiba, jangan berlari lagi duhai wanitaku....”

Fulan bin fulan...

Kepada siapa harus kutanya kapan tibamu bila ada yang bertanya tentang itu, sedang aku pun tak tahu. Bahkan pada-Nya pun aku tak berani bertanya. Kepada siapa akan kubagi separuh rasa ini agar tidak terlalu berat memenuhi hati yang tak sanggup kubawa lagi. Kepada siapa pula bisa kutitipkan pesan dan salam untukmu agar kau tahu di sini ada seseorang yang selalu merindu hadirmu.

Kepada siapa lagi semua bisa  kutanya, selain sabar yang harus selalu kurawat agar semakin mekar di hati. Kesabaran yang baik, kesabaran yang besar, kesabaran yang kian sabar adalah harga yang sama-sama harus kita bayar sebagai mahar pertemuan kita nanti. Ya, pertemuan yang masih dirahasiakan-Nya.
Semoga ini, setidaknya bisa sedikit mengobati apa yang sedang terjadi di hati.
Hatiku...


Wanitamu, Vivi Suriani

dalam dekapan rindu
di antara angin malam yang kian syahdu membelai kalbu.
(Jum'at, 11-09-15 pukul 02.13 wib)

1 komentar :

  1. Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
    Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kumpulbagi.com untuk info selengkapnya.

    Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

    BalasHapus