Identitas merupakan keseluruhan atau totalitas yang menunjukkan ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang atau jati diri dari faktor-faktor biologis, psikologis, dan sosiologis yang mendasari tingkah laku individu. Tingkah laku tersebut terdiri atas kebiasaaan, sikap, sifat-sifat serta karakter yang berada pada seseorang sehingga seseorang tersebut berbeda dengan orang yang lainnya.
Di sebuah ruang kamar berukuran sekitar 5x6 meter ada seorang gadis remaja yang sedang beranjak dewasa terpaku sendiri, sedang memikirkan sesuatu yang menurutnya cukup serius, yaitu Identitas. Gadis yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut : cerdas, berkulit putih, mata sipit dan berambut hitam yang lurus dan berkilau, membuat siapa saja yang memandangnya pasti akan terpukau. Ia disekolahkan oleh orangtuanya di sekolah khatolik sejak sekolah dasar yang mayoritas siswanya adalah orang-orang Tionghoa. Mungkin karena perawakannya inilah yang membuat orangtuanya akhirnya mengambil keputusan untuk menyekolahkannya di sekolah tersebut sampai SMA. Karena wajahnya yang mirip sekali dengan teman-teman lainnya, tanpa bertanya lebih dulu orang sudah memfonisnya sebagai gadis keturunan China. Padahal tidak ada darah Tionghoa sedikitpun yang mengalir di tubuhnya. Gadis yang dulu menjadi rebutan dan idola para siswa ini bahkan sempat menjadi Princess selama 3 tahun berturut-turut semasa SMA.

“ Hello......? Lihat aku kawan! Aku di sini tapi mengapa kalian tak mengajakku? .“ Batinnya saat ditinggal oleh segerombolan teman kelompok ospek siang itu.
Nadine tampak begitu kesal tapi ia memilih untuk tidak mempermasalahkannya. Namun peristiwa ini terus terjadi 4 hari berturut-turut selama masa ospek. Entah apa yang dilakukan oleh teman-temannya saat istirahat siang itu masih menjadi misteri. Mereka pergi beramai-ramai lalu menigggalkannya sendiri tanpa peduli. Ia merasa seperti patung di antara kerumunan manusia yang tersisa di lapangan kampus. Suasana menjadi sepi. Kemana para wanita berkerudung itu? Nadine sudah mencarinya  seantero kampus, di kantin juga di perpustakaan. Namun hasilnya nihil, Nadine tidak menemukan satu orang pun di antara mereka. Hanya sebagian peserta ospek  tak berkerudung tampak berlalu lalang di hadapannya, sebagian di kantin untuk makan siang dan sebagian lagi berada di perpustakaan. Karena merasa usahanya sia-sia, Nadine memutuskan untuk kembali ke lapangan kampus tempat dilaksanakannya ospek. Kebetulan sebentar lagi waktu break selesai. Ia tak mau berurusan dengan senior jika nanti ia terlambat dikarenakan mencari teman yang  tak tau kemana perginya.
***
Hari ke-dua, ke-tiga dan terakhir ospek, hal yang sama terjadi. Teman-teman sekelompoknya raib begitu saja tepat pukul dua belas siang. Anehnya  seperti sebuah kebetulan ,disaat seperti itu juga sesaat sebelumnya Nadine pasti kebelet ingin ke kamar mandi dan ketika ia kembali ke lapangan, teman-temannya sudah tidak ada di tempat. Kalau dihubung-hubungkan kok jadi merinding ya, hiiiii. Seketika lokasi yang tadi penuh hiruk pikuk para calon mahasiswa baru kini menjadi begitu sepi. Nadine kembali kebingungan dan mencari kesana kemari tapi hasilnya sama seperti kemarin. Nadine gagal maning dan kembali ke lapangan dengan wajah hampa bercampur kecewa. Namun tidak berapa lama tiba di lapangan, taman-temannya juga kembali beramai-ramai. Mereka pergi dan  kembali berjama’ah, kompak sekali. Sementara dirinya sedari tadi hanya sendiri tak ada yang menemani. Nadine jadi iri dan merasa diabaikan karena tak satupun dari mereka mengajaknya ikut bersama. Mereka kembali dengan wajah berseri-seri seperti bidadari. Aura kecantikan mereka terpancar dari dalam. Nadine saja merasa kalah cantik saat itu. Namun rasa penasaran yang sudah ditahannya selama berhari-hari begitu besar yang membuatnya tak ingin membahas kecantikan mereka. Sebab ada hal yang lebih penting untuk ditanyakan yaitu kemana mereka saat dirinya ke kamar mandi tadi. Ia pun segera menyerbu segerombolan gadis seusianya yang baru saja lewat di hadapannya.
“ Hai, kalian habis darimana sih? Aku perhatikan dari kemarin kalian sering kali menghilang di siang bolong, memangnya kalian ke mana dan ngapain beramai-ramai perginya??? “ Nadine tak sabar menunggu jawaban.
“ Kami habis dari masjid kampus yang ada di ujung sana. Ya,,,seperti biasa kami ummat muslim harus menunaikan sholat shuhur.  Bukankah hari pertama ospek kakak seniornya sudah memberitahu bahwa yang muslim di suruh sholat dan yang lain boleh melakukan apa saja? “ Jawab salah seorang diantara gadis berkerudung itu.
Kami???  Trus aku? Tanya hatinya.
“ Owh...Aku tidak tau karena aku permisi ke toilet waktu itu. Tapi,,,kenapa kalian tidak mengajakku tadi? Sebelum aku ke toilet jadi aku bisa siap-siap. “  Temannya saling berpandangan dan mencerminkan wajah tak yakin atas apa yang baru dikatakan Nadine barusan.
“ Mengajakmu? “
“ Ya....mengajakku. Kenapa kalian tidak bilang-bilang kalau mau ke masjid? Aku juga ingin sholat .” Entah kenapa tiba-tiba Nadine tertarik ingin sholat.
“ Ingin sholat?? Memangnya kamu muslim?! “ Jawab salah seorang. What?? Apa dia bilang? Kenapa dia kaget seperti itu? Memangnya kamu muslim? Apa maksud pertanyaannya coba ??? Nadine protes di dalam hati.
“ Ya,,,Aku muslim. Aku pun ingin sholat. Emang kenapa? Ga boleh, ya? “
“ Apa??? Muslim? Benarkah? Maafkan kami, Nadine. Kami tidak tau. Kami pikir…. “
“ Ya...aku juga minta maaf, aku pikir kamu keturunan tionghoa dan beragama konghucu atau nasrani. Sebab kamu tidak mirip mus-li-mah .“ Kata seorang gadis bernama Annisa, memotong kalimat temannya.
Seketika itu bumi seperti berputar-putar. Langit  seakan runtuh menimpa tubuhnya. Nadine terdiam, bungkam. Lidahnya kelu, tubuhnya kaku. Ia merasa bagai kutu di antara merpati-merpati putih yang baru saja turun dari langit dan ingin memangsanya.
***
 Saat ini Nadine sedang galau tingkat dunia. Kegalauan membuatnya seringkali mengingau saat tidur. Kata-kata temannya benar-benar mengganggu sampai ke alam bawah sadarnya.  Rupanya Nadine masih memikirkan perkataan teman-tamannya di kampus tadi. Ucapan mereka terngiang-ngiang di kepalanya dan itu membuat Nadine sangat terpukul. Ia semacam baru saja diberi Shock theraphy. Jantungnya bagai kestrum sengatan listrik berkekuatan 220 Volt. Kata-kata yang belum pernah ia dapatkan bahkan tak pernah terbayangkan olehnya kalau ternyata ada orang yang beramai-ramai meragukan keislamannya. Ini seperti sebuah penghinaan sekaligus peringatan bagi Nadine. Bagaimana bisa mereka meremehkan dan meragukan keislamanku hanya karena aku tak memakai kerudung? Sebegitu pentingkah arti kerudung? Toh banyak juga yang tidak pakai kerudung selain aku tapi mereka mengajaknya. Kenapa Cuma aku yang mereka ragukan? Wah, ini penghinaan. Aku ini muslimah. Agamaku islam! Katanya dalam hati penuh amarah bercampur kesedihan karena mengenang perkataan temannya beberapa hari yang lalu.
Meskipun sejak kecil Nadine hampir tak pernah mendapatkan pendidikan Agama Islam baik dari sekolah maupun dari orangtuanya, Nadine tau persis bahwa Islam adalah agama terbaik di dunia yang ia yakini. Meskipun ia sendiri tak pernah melakukan kewajibannya sebagai seorang Muslimah, yang salah satunya adalah menutup aurat tapi ia tak pernah rela dikatakan non-islam. Kalaupun kepribadian dan tampilannya tidak islami ditambah wajah Chiness-nya, itu mungkin dikarenakan proses adaptasi sebab sejak kecil ia sudah disekolahkan di sekolah non-islam serta bergaul dengan mereka bertahun-tahun. Kalaupun ada temannya yang beragama islam, sama saja seperti dirinya. Hanya islam KTP.
Memang sejak hari pertama mengikuti ospek, ia selalu pulang dengan wajah kusut tak serapi ketika akan pergi. Padahal gadis ini adalah tipe gadis periang, ia tak pernah murung, selalu ceria, energik dan always smile everytime.Tapi seketika saja karakter itu hilang dan berganti menjadi sebaliknya.
Entah apa yang membuat Nadine menjadi pendiam begini. Awalnya Mama dan papanya menganggap biasa saja. Merasa maklum mungkin karena hari pertama mengikuti ospek memang melelahkan. Tapi ini berlanjut sampai hari terakhir masa ospek. Ia menjadi sangat pendiam padahal biasanya hampir susah membedakan antara kicauan murai dan suara Nadine. Senyum yang ia bangun bertahun-tahun kini harus pudar dihapus hujan sehari. Perubahan drastis ini lah yang membuat sang mama merasa kehilangan anak gadis satu-satunya dan tidak bisa tinggal diam. Sehingga sang mama pun segera menghampiri dirinya yang sedari tadi belum beranjak dari tempat tidur, sejak pulang dari kampus.
“ Nadine....kamu tidak makan, Nak? “ Tanya sang mama sembari duduk di atas ranjang, membangunkan putrinya yang ternyata tidak tidur.
“ Aku tak lapar, Ma…”
“ Tapi kamu belum makan daritadi, Sayang .“
“ Ma, apa benar kita ini orang muslim? ,“ Tanyanya dengan mata berkaca-kaca.
“ Maksudmu? Mengapa tiba-tiba kamu bertanya seperti tu pada mama? “
“ Mereka meragukan keislamanku, Ma “
“ Mereka siapa? “
” Teman-teman di kampusku. Mereka bilang aku tidak mirip wanita muslimah. Tidak ada tanda-tanda di wajahku. Aku tersinggung, Ma. Aku ini muslim kan, Ma? “
“ Ah...sudahlah, biarkan saja. Jadi ini yang membuatmu jadi aneh? Jangan terlalu dipikirkan, nanti mereka juga tahu. Lagi pula itu bukan masalah yang penting bukan? Kalau nanti mereka tidak percaya, kamu bisa tunjukkan KTP mu. Jadi lupakan saja kata-kata mereka. “ Jawab mamanya enteng.
Apa? Tidak penting? Mama suruh lupakan? Bagaimana bisa mama berpikir ini tidak penting padahal karena masalah ini orang-orang menelantarkanku begitu saja. Mereka meragukan identitasku sebagai seorang penganut agama paling mulia di dunia ini. Nadine tampak kecewa dengan sikap mamanya yang masa bodoh tentang urusan yang dianggapnya sangat serius ini.
 “ Aku tidak pernah melihat mama atau papa sholat, membaca atau mengikuti pengajian di masjid yang ada di ujung kompleks kita. Sedang kata temanku Awlia, sholat itu tiang agama dan aku merasa kalau aku sudah meruntuhkannya selama bertahun-tahun. Aku bahkan lupa kapan terakhir kali kita sholat. Aku lupa kapan terakhir  kali aku membaca al-Qur’an padahal katanya al-Qur’an adalah kitab suci ummat Muslim. Bagaimana aku bisa mengaku muslim jika kitab sucinya hampir tak pernah ku sentuh.  Aku iri pada mereka yang wajahnya berseri-seri. Aku juga malu pada mereka, teman-teman di kampusku. Lebih-lebih malu pada diriku sendiri. “ Lanjut Nadine, kemudian menangis sejadi-jadinya. Entah mengapa ia begitu sedih. Sementara sang mama hanya terdiam mendengar ucapan putrinya. Memang benar apa yang dikatakan Nadine. Keluarganya tak seperti keluarga muslim yang sebagaimana mestinya. Jangankan membaca al-Qur’an, sholat saja tidak pernah. Kalaupun ada hanya dua kali setahun. Itupun saat Idul Fitri dan Idul Adha tiba. Bayangkan saja jika Idul Fitri dan idul Adha tak pernah ada, mungkin selamanya mereka sekeluarga tak pernah menunaikan sholat sampai akhir hidupnya. Kata-kata Nadine juga seolah mengingatkan sang mama tentang Identitas agamanya.

***
Terlihat di sana sini para mahasiswa sibuk berebut mengerumuni papan pengumuman untuk mencari namanya terdapat di ruang berapa. Nadine sendiri sedang asyik duduk di bawah pohon dekat taman. Sementara itu, ada seorang gadis menyapanya.
“ Maaf, ukhti… Bisa geser sedikit? ,“ Pinta gadis berkerudung rapi yang ingin duduk di sebelahnya.

“ Dengan senang, Aisyah….” Jawabnya tersenyum. Meskipun ia belum mengerti apa arti kata ukhti barusan. Ia cukup mengerti apa yang diinginkan Aisyah.
” Aisyah? Kok tahu nama saya??? “ Gadis itu bingung.
“ Tak ingatkah dirimu padaku, Kawan? “ Nadine tersenyum tambah lebar. “ Aku juga muslim .“ Katanya pelan, berbisik syahdu.
“ Subhanallah….jadi ini Nadine? Nadia Salwa? “ Mata Aisyah berkaca-kaca melihat kecantikan Nadine yang begitu sempurna hari ini. Ia sudah berkerudung.
Ternyata sejak pagi buta, saat matahari yang masih mengantuk terpaksa harus bangun menyinari bumi. Saat itu Nadine sudah berangkat dari rumahnya. Ia tampak begitu semangat dan ingin datang lebih dulu ke kampus tercintanya. Ia ingin menjadi orang pertama yang tiba di kampus, ingin menjadi yang pertama di hari pertama perkuliahan dimulai Masa ospek  sudah berakhir dan itu artinya sejak hari ini ia sudah resmi berstatus sebagai mahasiswa putri di Universitas Sumatera Utara jurusan Psikologi. Dan sejak hari ini juga, Nadine bertekad untuk memakai kerudung tiap kali akan ke kampus dan keluar rumah. Kata-kata temannya beberapa hari lalu benar-benar menyadarkannya akan pentingnya sebuah Identitas sebagai Muslim. Kini, tak akan ada yang berani meragukannya sebagai “ muslimah .“
"Hai Nabi,katakanlah kepada istri-istrimu,anak-anak perempuanmu,dan istri-istri kaum mukmin:"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka."Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah di kenal,karena itu mereka tidak diganggu.Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang "(Al-Ahzab:59)