Jumat, 30 November 2012

Kau adalah Fiksi dalam Kamus Imajinasi




Dalam dekapan waktu aku bertahan meski dahan itu bisa saja roboh
atau rantingnya patah merubah arah lambai daun
pupus warna mentari membalut jingga di ujung mata
meski tampak pasi tapi ia masih sanggup berdiri menahan asa yang akan melarikan diri

tidak ada yang berhak atas tinta ini kecuali pena dan jemariku
aku akan menjadikanmu fiksi dalam kamus imajinasi
hanya khayal yang pasang surut membuatku takut dan berlutut pada rautmu
kau hanya sketsa takdir yang belum sempurna menjadi tokoh cerita dalam duniaku

aku,
akan bernafas seperti kapas yang ditiup angin
mengikuti arus-Nya yang indah seindah skenario-Nya...


# CB-10.11.12

Rabu, 07 November 2012

Temu Ramah antara Anggota Magang dan Pengurus FLP Sumut dengan Kang Abik, Habiburrahman El Shirazy ( Minggu, 04 November 2012 )


 “ hujan turun menghiasi lukisan pagi
si lidah hitam bersih mengkilap
pohon dan kendara dapat berkaca
sedang langit bermuram durja “

Pagi itu, 04 November 2012 adalah jadwal ku ke Medan untuk mengunjungi rumah penuh cinta para pengukir pena yang bernama “ Rumah Cahaya “ milik FLP sumut yang terletak di Jln. Sei Deli dekat kampus IBBIE  Gang Sauh  no 18Y, Medan Petisah . Rumah yang cahayanya selalu ku rindukan sebab setiap kali aku pulang dari sana ada sepotong hati yang sepertinya tertinggal sehingga aku harus kembali lagi untuk kesekian kali agar sepotong hati itu menjadi utuh. Namun pagi kali ini nampaknya tak bersahabat. Sebab sejak subuh buta kotaku sudah di guyur hujan. Jujur saja, aku kurang bias menikmati hujan pagi. Aku mengajak langit berdamai namun agaknya ia terlalu jauh untuk mendengar ucapan damaiku. Sedikit malas aku melangkah ke luar kamar untuk memperkirakan kapan hujan akan berhenti. Namun aku sadar aku bukan peramal cuaca dan akhirnya aku memutuskan untuk tetap pergi walau hujan masih senang menari. Setelah meminta izin pada Ibunda tercinta aku pun melangkahkan kaki dengan mantap. Bismillah…. Aku berangkat !!!

Kacamataku berembun untuk yang kesekian kali. Sebab memang semingguan ini hujan begitu akrab dengan bumi. Karena itulah akhirnya aku memutuskan untuk tidak lagi meminta hujan berhenti sebab aku tak ingin mengganggu keharmonisan ala m ini. “ Lihatlah, banyak cermin berembun yang menghiasi jalan raya. “  Aku berbicara pada diriku sendiri. Ini pertemuan yang kesekian di rumah cahaya. Semoga  aku tidak terlambat hanya karena hujan memintaku duduk lebih lama di kota ini untuk melihatnya menari. Berjalan membelah hujan yang tak gerimis juga tak lebat, menuju terminal untuk mencari timtak untuk meluncur ke kota Medan. Pukul 08.00 wib angkot berangkat dan tiba di Medan pukul 09.30 wib. Deg ! Jantungku berdebar-debar sebab biasanya pukul 09.00 wib aku sudah tiba di Pinang Baris. Artinya aku akan terlambat. Medan ternyata juga diguyur hujan. Aku sibuk mencari angkot lain yang bisa mengantarku ke Rumah Cahaya secepat mungkin. Alhamdulillah, tak berapa lama langsung ketemu dan akhirnya nafasku sedikit teratur. Setelah lebih kurang tiga puluh menit aku mulai khawatir lagi sebab biasanya waktu segini cukup untuk menempuh jarak ke Sei Deli. Ahh,,,ternyata aku salah naik angkot ! Hiks…..

***

Setelah berjuang mengejar waktu yang aku pikir aku bisa mengalahkannya, akhirnya aku tetap terlambat. Aku kalah. Pukul 10.35 wib baru tiba di Rumah Cahaya padahal jadwal sebenarnya adalah pukul 10.00 wib. “ Tak apalah, biar lambat asal selamat. Lebih baik telat daripada tidak sama sekali ,“ aku menghibur diri. Sedikit yang menambah terhiburnya hatiku adalah karena ternyata pematerinya belum hadir. Itu artinya aku tidak ketinggalan materi sedikitpun. Sambil menunggu pemateri acara pun dimulai dengan tilawah.

Alhamdulillah setelah menunggu sekian menit akhirnya pemateri bernama  Bapak Ys. Rat ( Sastrawan Sumut ) yang akan menyampaikan materi mengenai Cerpen dating juga dan materi pun dimulai. Aku berusaha mencerna setiap kata yang beliau paparkan. Bahasa sastrawan memang membutuhkan sedikit kerutan di dahi agar kita bisa memahami apa disampaikan. Kayaknya sih gitu, hehee. Beberapa hal yang aku ingat dari yang beliau sampaikan adalah filsafat monyet dan filsafat  wanita. Agaknya ini sedikit menimbulkan kontroversi . :D

“ Berilah rasa di setiap yang kita tulis, bawa pembaca masuk ke dalam alurnya. Kalau hati kita sendiri tidak terenyuh membaca cerita yang kita buat, bagaimana yang lain bisa terenyuh saat membacanya, “ kata beliau menarik perhatianku.
Dari materi yang beliau paparkan ada beberapa hal yang menarik untu ku simpulkan :
  1. Berceritalah sesuai halaan nafas.
  2. Karya yang anda tulis harus berkarakter, tidak penting karya itu diapresiasi atau tidak, yang terpenting adalan anda terus berkarya.
  3. Jangan cepat puas dan jangan mengejar target dalam menulis, sebab bila target itu sudah tercapai dan anda merasa puas maka anda akan berhenti menulis.
  4. Modal Menulis :
- Keindahan bahasa
- Pandai Bercerita
- Pokok pikiran yang mau disampaikan ( tema ide).
Dan yang paling menggelikan buat saya ketika beliau mengatakan, “Bilang "taik" sama setan itu gak dosa! “ Hahaa, iya pulak ya kalau dipikir-pikir. Itu adalah jurus jitu untuk melawan godaan setan yang membuat kita malas menulis. Hehee…

Ba’da zhuhur acarapun selesai. Aku pikir acaranya cukup sampai di sini  sebab biasanya seluruh peserta magang angkatan V FLP Sumut langsung pulang ke rumah masing-masing. Namun sebelum beranjak, kak  Dewi memberitahukan kabar gembira bahwa seluruh anggota magang dan pengurus FLP Sumut berkesempatan untuk bertemu dan bertatap muka dengan Habiburahman El Shirazy   yang akrab dipanggil Kang Abik di UMN ( Universitas Muslim Nusantara ). Surprise !!! Mimpi apa aku semalam?? Rasa bahagia membuncah. Tak pernah terbayangkan sebelumnya. Thak’s GOD. Hari minggu ini semakin ungu saja rasanya ( secara aku pecinta warna ungu, hehee ).

Beranjak dari Rumah Cahaya setelah menunaikan sholat zhuhur aku dan kawan-kawan bergegas ke UMN. Mencari angkot secepatnya menuju ke sana. Kami tak ingin menyia-nyiakan kesempatan berharga ini. Walau sempat cemas karena angkot yang ditunggu cukup lama hadirnya, akhirnya kami tiba juga di UMN dengan selamat sentosa! Aku semakin deg-degan euy. :D

Aku pikir ini deg-degan satu-satunya yang aku rasakan siang itu. Ternyata ada rasa deg-degan kedua, yah….semacam deg-degan susulan ( kayak gempa aja, hehe ) yang cukup membuat cemas diriku dan kawan-kawan saat itu. Detik-demi detik bergulir, menit demi menit berlalu, sampai mencapai bilangan jam Kang Abik tak kunjung jua. Aku benar-benar sangat khawatir kalau-kalau tidak jadi bertemu dengan beliau. Bagaimana tidak, Kang Abik yang ditunggu sejak tadi, sejak sebelum Ashar sampai Ba’da Ashar pun belum juga tiba. Untuk mengatasi ketegangan dan mencairkan suasana Kak Fadhli dan Kak Cipta pun membuka dialog layaknya Kang Abik ( yang diperankan oleh kak Cipta ) dan ketua umum FLP Sumut yang sedang bercerita. Dibantu oleh kak Arie, kak Ririn, kak Fitri dan kakak-kakak yang lain suasana menegangkan itu pun terasa lebih rileks. Aku sendiri sangat terhibur dengan ulah mereka yang begitu berbakat membuat orang-orang tertawa. Hehe, ternyata mereka punya bakat melawak juga ya.
Alhamdulillah untuk yang kesekian kali. Akhirnya datang juga Kang Abiknya :D
Mulailah terjadi dialog yang sesungguhnya antara Kang Abik dan para peserta magang juga pengurus FLP Sumut. Dialog yang begitu santai, mengalir dan ringan. Kami yang tadi sempat karena khawatir tak jadi bertemu Kang Abik kini menjadi sumringah.

Dari beberapa pertanyaan yang ada, yang masih aku ingat pertama sekali adalah pertanyaanku sendiri. Hehe… Lebih kurang dialognya begini ( Versi saya ).
“ Begini Kang, apakah ada hubungannya antara kondisi ruhiyah kita dengan hasil tulisan yang kita buat. Dan buat Kang Abik sendiri apakah ada waktu khusus untuk menulis? “

Setiap orang punya keadaan psikologis yang berbeda-beda. Karena antara orang yang satu dengan orang yang lainnya memiliki rutinitas dan aktivitas yang juga berbeda-beda. Karena itu pula setiap orang memiliki waktu tersendiri dalam menulis. Ada yang bisa dan mampu menulis dalam kondisi yang benar-benar sepi tanpa ada suara apapun. Ada yang bisa menulis di saat ramai bahkan ada juga yang tetap bisa menulis sambil melakukan aktivitas yang lain. Namun secara umum memang ada waktu yang paling produktif untuk itu. Waktu menulis yang paling produktif itu adalah ba'da shubuh. Sebab di saat inilah hati dan pikiran kita kembali fresh. Saya sendiri paling suka menulis di saat seperti ini. Ba'da shubuh setelah membaca Al-Ma'tsurat saya mulai start menulis sampai jam sembilan kemudian istirahat, minum teh sejenak. Dilanjutkan dengan sholat dhuha dan nanti kalau punya waktu senggang lagi baru dilanjutkan menulisnya. Jadi jika orang lain mulai start menulis pukul delapan, kita sudah lebih dulu menulis. Artinya kita harus bisa lebih dulu dari orang lain jika memang kita ingin menjadi penulis yang sukses. "
Kang Abik menuturkan sambil diselingi sedikit candaan. Ternyata beliau humoris juga. ^_^

Pertanyaan penutup yang cukup serius namun menyenangkan adalah pertanyaan dari kak Fitri Amaliyah Batubara  ( sebenarnya ada 3 pertanyaan kak Fitri tapi hanya 2 yang paling aku ingat ) yang menanyakan, " Begini kang, nama Ana Althafunisa atau Azzam sekarang kan banyak dipakai orang tua untuk memberi nama anaknya, bagaimana menurut kang Abik? Dan bagaimana pula caranya menentukan nama yang akhirnya dipakai banyak orang? “

“ Wah, bagus itu. Azzam itu kan bagus. Ana Althafunnisa juga baik artinya. Bagaimana membuat nama yang akhirnya dipakai oleh banyak orang, yang  pertama saya lakukan adalah penokohan. Saya lebih dulu menentukan karakter dari tokoh-tokoh yang ingin saya buat. Misalnya tokoh Azzam saya sesuaikan dengan namanya yang berarti memiliki takad atau semangat yang kuat, pantang menyerah. Ya seperti yang digambarkan dalam novel KCB itulah karakternya. Atau seperti Ana Althafunnisa yang seperti digambarkan juga dalam novel KCB, seperti itulah karakternya dan saya memilih nama Ana Althafunnisa untuk wanita yang karakternya seperti Ana. Kenapa saya memilih bahasa Arab untuk memberi nama tokoh-tokoh yang saya tuliskan, karena bahasa Arab itu bagian dari Islam dan saya harus memperkenalkannya. Saya harus bangga memakai bahasa Agama saya. Kalau yang kita sampaikan adalah sebuah kebenaran kenapa harus malu? Lah, mereka yang bermaksiat saja ndak malu dengan maksiatnya. Masa kita kalah sama mereka. Kenapa juga saya memilih Oki Setiana Dewi sebagai pemeran Ana Althafunnisa, ya karena menurut saya Oki adalah sosok yang paling mendekati tokoh Ana. Ya kan ndak mungkin saya memilih JuPe sebagai pemeran Ana dalam KCB. Iya ta? Apa anda- anda semua terima? Hehee….Ya ndak ndak kan? "
Kompak kami semua mengatakan “ tidak!!! “ Hehe….ga rela saya JuPe jadi pemeran Ana Althafunnisa.
Perntanyaan Kak Fitri selanjutnya yang paling WAH adalah yang ini.

“ Kang… bolehkah kita memilih jodoh kita sendiri dengan menyebutkan cirri-ciri atau kriterianya secara detile kepada Allah ketika kita berdo’a atau menyerahkannya saja kepada Allah? Bagaimana menurut kang Abik ? "

Beliau menjawab lebih kurang begini, " Kita ini boleh memilih kok. Karena itu dalam proses mengkhitbah kita dibolehkan melihat wajah wanitanya lebih dulu. Ya kalau cocok, kalau menurut kita orang tersebut bisa dijadikan teman hidup dan kita mentep, ya berarti ini namanya memilih kan? Cuma ya kalau berdo'a itu harus pakai cara yang baik. Bukankah kita sudah tau cara dan adab berdo’a yang benar dan sopan? Masa iya kita minta sama Allah, ‘ ya Allah jika ia bukan yang terbaik untukku maka baikkanlah ia lalu jodohkanlah denganku. Atau, ‘ ya Allah berilah aku jodoh yang baik, cantik, yang seperti ini dan seperti ini.’ Wah, itu mah maksa. Itu namanya kita mendikte Allah. Ya ndak boleh begitu itu sama Allah. Hehee. " Beliau tertawa.
Suasana di sekitar ruangan semakin hangat.

Beberapa pesan beliau yang membuat aku terkesan adalah, “ Kuasailah bahasa selain bahasa Indonesia, yang bahasa itu dijadikan bahasa pengetahuan karena memiliki akar kesusastraan yang tinggi. Dan bahasa Arab termasuk salah satunya. “

Pukul 18.00 wib bincang-bincang bersama Kang Abik selesai. Dilanjutkan dengan acara minta tanda tangan dan poto-poto bersama beliau. Ini dia bagian yang paling ditunggu-tunggu  oleh semua ( poto bersamanya ada di bagian paling bawah note ).



Pukul 21.30 wib aku pun tiba di kota tercinta, Pangkalan Berandan. Kemudian lanjut menuju rumah kediamanku dan keluargaku. Aslinya milik orangtuaku. Hehe…

Sesampai di rumah, setelah berhasil melepas lelah. Aku mendapat satu pelajaran yang begitu berharga :

* Untuk bertemu dengan sosok yang kita kagumi, kita cintai, kita rindukan atau kita banggakan. Ada harga mahal yang harus kita bayar. Persiapan, kesabaran, perjuangan, dan lainnya. Pertemuan hari ini sungguh membuat saya berpikir, sudah sepantasnya, selayaknya dan seharusnya lah kita bahagia dan mendambakan pertemuan dengan Sang Kekasih nanti. Semoga saat-saat pertemuan dengan Allah adalah saat-saat yang sangat kita rindukan. Melebihi saat ini, melebihi saat kita bertemu dan bertatap muka langsung dengan tokoh penulis kesayangan kita ’Kang Abik ‘. Bila benar, kita mengaku mencintai-Nya.


Alhamdulillah 'ala Kulli Hal….
Terimakasih juga buat Kak Fitri Amaliyah Batubara dan semua pihak yang terlibat dalam temu ramah antara Anggota magang dan pengurus FLP Sumut dengan Kang Abik, Habiburrahman El Shirazy.