Selasa, 18 Juni 2013

Aku, kamu, kita


Kakekku, kakekmu kakek kita
dulu lahir di tanah merah
sebab menyatu tanah dan darah
seperti lekatnya daging dan tulang
sejak lahir menjadi pejuang
tak kenal bermain kecuali perang

Kakekku, kakekmu, kakek kita
dulu tidur dengan mata terbuka
terjaga di antara dentum peluru dan tangis ibu
memeluk masa depan di bawah cerutu
indah purnama pun tak terbaca
warna senja tak lagi jelita
sebab lagit selalu sama; mendung


Kakekku, kakekmu, kakek kita
semasa muda terbiasa tanpa alas kali
menapaki aspal yang dimasak mentari
berpeluh tanpa keluh, mencari sesuap nasi
bukan untuk perut sendiri
tapi terkenang wajah lapar anak isteri
di tangan penjajah tak berbudi

Kakekku, kakekmu, kakek kita
rela mati demi negeri tercinta; Indonesia
tak hirau maut di depan mata
demi selembar kain bernama bendera
langit dan bumi menjadi saksi sejarah
bahwa tangis, darah dan keringat pernah tumpah


Aku, kamu, kita
harusnya menjadi bunga bangsa yang selalu mekar
mengikat gelora hati anak negeri
menjaga pertiwi sampai mati
sebab kakekku, kakekmu, kakek kita
adalah bendera yang terus berkibar
di tiang harapan yang tak pernah memudar



.
| Vivi Suryani, 04 Juni 2013 |

My Kompasiana :
http://fiksi.kompasiana.com/puisi/2013/06/18/aku-kamu-kita-569781.html

Tidak ada komentar :

Posting Komentar