Senin, 17 September 2012

Beku Dalam Bisu


Hening tak bergeming
Beku dalam bisu
Berdetak tapi tak mampu bergerak
Semua sendi bagai terkunci
Nadi bagai berhenti
Air mata terurai
Jatuh meruah gerimis tangis
Mengiris; meringis
Aku...
Aku kaku
Aku...
Aku malu
Lisan ini terlalu banyak bicara
hingga mungkin banyak yang terluka

Aku tersandar dalam sadar
Berpendar dalam pusara hati
Aku yang zholim ini
terlalu hina untuk dipuji
Aku yang hina ini
lebih pantas untuk dimaki
Aku...
Aku tak seindah bidadari
Bahkan tak seelok kasturi
Aku hanya seonggok daging
yang esok mungkin membusuk
Aku bahagia berada di antara bunga
Menikmati harumnya dan menjaganya di taman hati
Labilitas membuat ku terbatas untuk memahami
Egoisme membuat kita lupa untuk saling mengerti
Atau mungkin rindu yang terlalu dalam membuat kita tak saling percaya
Entahlah!
Bukan salahmu
Bukan salah mereka
Hanya salahku yang tak mampu mengelola kalbu
Lisan ini masih basah oleh dosa
Ku mohon keringkan dengan sehelai maaf
Lisan ini masih kotor oleh debu prasangka
Ku mohon bersihkan dengan sebatang ikhlas
Sejatinya ukhuwah tak menyakiti
Seharusnya ukhuwah saling memahami dan menghargai
Semestinya ukhuwah menyatukan ribuan hati
Aku tak minta dihargai karna aku pun belum mampu menghargai
Aku yang terlalu kecil menilai
Aku yang terlalu kerdil memahami
Aku yang terlalu sempit menterjemahkan
Aku tak ingin kehilangan hangatnya mentari yang kemarin
Meski mendung tak dapat ku bendung
Aku tak mau kehilangan satupun warna pelangi di langit hati
Walau ada satu warna yang mungkin pudar
Dan kalian adalah warna warni itu
Warna yang membuat hidupku bermakna
Warna yang menghiasi sepinya hati
Warna yang mengoyak gulita
Warna yang menemani senja
Semoga tulisan ini
menyentuh titik maaf yang tulus dari hati
Setulus angin yang berhembus
Agar harum bunga kemarin dapat ku nikmati
Agar warna pelangi kemarin bersemi, tak pudar lagi
Kalian,
Bunga di taman hati
Kalian,
Bidadari yang mewarnai pelangi.
Hari esok pasti ada
tapi mungkin bukan milik kita
Mentari esok pasti ada
tapi belum pasti menyapa kita
Karna kita tak pernah tau
Kapan maut menjemput
Kapan usia berakhir
Kapas nafas ini berhenti

Ukhtii,
Akhii,
Maaf untuk semua salahku
Maaf untuk semua tutur bahasa yang sempat menjadi bisa
Maaf untuk semua kata yang sempat mengoyak jiwa
Maaf untuk lisan yang kadang menyakitkan
Sedikitnya ilmu membuatku tak mampu memahamimu
Sedikitnya iman membuatmu tak nyaman di dekatku
Bantu aku dengan maafmu
Kuatkan aku dengan doa-doamu
Aku….
Seonggok hina yang meminta sebutir doa dan setulus maaf
dari kalian, saudara seiman.





Saudarimu, Vivi Suryani
23 Maret 2012
Di ujung jalan

Tidak ada komentar :

Posting Komentar