Kepadamu, Fulan bin fulan...
|
Di sebuah tempat yang entah,
|
Semoga cinta-Nya selalu merahmati
perjuanganmu. Sebuah perjuangan yang mungkin sedang kau perjuangkan untuk masa depan “aku dan kau”
hingga menjadi “kita”.
Aku sedang tak ingin dan memang
tak akan membayangkan kau siapa, bagaimana dan seperti apa. Aku cukup berkaca
diri lalu bertanya, “ aku siapa, bagaimana dan seperti apa”. Mungkin seperti
itulah kau. Lalu kulihat banyaknya kekurangan yang masih kumiliki, dan aku pun
bertanya lagi, “maukah kau melengkapinya nanti?” Banyaknya cela yang masih
menghiasi diri, buatku bertanya sekali lagi, “sudikah tanganmu menghapus aneka
noda yang masih tersisa dari diri yang sudah berusaha kuperbaiki?”
Kupejamkan mata menahan sesuatu yang ingin tumpah, “ Sungguh, aku
bukanlah seseorang yang sempurna...”
Aku wanita yang tak indah dipandang mata, bukan ciri-ciri bidadari yang Qurrata a’yun buat lelaki. Tapi semoga akulah satu-satu penyejuk matamu nanti, lelakiku.
Meski mungkin akan berat buatmu
memutuskan untuk hidup bersamaku kelak. Aku tidak akan banyak menuntut kau
harus seperti apa.
Iman, penerimaanmu yang tulus dan sholat lima waktumu yang selalu kau jaga sudah cukup untuk membuatku menjadi wanitamu yang bahagia.
Fulan bin fulan...
Kemana rindu akan kubawa jika
sedini hari mata ini tak mampu kupejamkan? Kemana rindu akan kutempatkan bila
hati sudah tak mampu menampungnya lagi? Lalu, kemana rindu akan kusimpan bila
belum kutemukan tempat yang aman?
Kesibukan yang kupunya seolah tak
mampu lagi menepis rasa rindu ini, berbagai peran yang kulakoni juga tak mampu
mengusirnya pergi. Aku berusaha setiap hari, berperang dengan diri sendiri melawan
rindu yang semakin hari kian akut. Namun lagi-lagi aku gagal.
Tolong katakan padaku, “kegagalan
adalah keberhasilan yang tertunda...” hingga aku tak akan lelah mencoba. Mencoba
bangkit kembali setiap kali aku jatuh, mencoba berjalan kembali setiap kali
kaki ini lelah dan berhenti melangkah, dan mencoba berlari lebih cepat dari
sebelumnya meski aku tahu aku akan jatuh berkali-kali. Aku hanya harus tetap
bangkit sesakit apapun rasanya jatuh. Semoga pada kilometer sekian, di hari kesekian
pada usiaku yang kesekian, ada yang mengulurkan tangannya meraihku berdiri dan
berkata, “ Aku sudah tiba, jangan berlari lagi duhai wanitaku....”
Fulan bin fulan...
Kepada siapa harus kutanya kapan
tibamu bila ada yang bertanya tentang itu, sedang aku pun tak tahu. Bahkan
pada-Nya pun aku tak berani bertanya. Kepada siapa akan kubagi separuh rasa ini
agar tidak terlalu berat memenuhi hati yang tak sanggup kubawa lagi. Kepada
siapa pula bisa kutitipkan pesan dan salam untukmu agar kau tahu di sini ada
seseorang yang selalu merindu hadirmu.
Kepada siapa lagi semua bisa kutanya, selain sabar yang harus selalu
kurawat agar semakin mekar di hati. Kesabaran yang baik, kesabaran yang besar,
kesabaran yang kian sabar adalah harga yang sama-sama harus kita bayar sebagai
mahar pertemuan kita nanti. Ya, pertemuan yang masih dirahasiakan-Nya.
Semoga ini, setidaknya bisa
sedikit mengobati apa yang sedang terjadi di hati.
Hatiku...
Wanitamu, Vivi Suriani
|
dalam dekapan rindu
di antara angin malam yang kian syahdu membelai kalbu.
(Jum'at, 11-09-15 pukul 02.13 wib)
|
Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
BalasHapusJika ya, silahkan kunjungi website ini www.kumpulbagi.com untuk info selengkapnya.
Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)