Bismillahirrahmaanirrahiim….
What the meaning of Dakwah? Sebuah
pertanyaan yang dulu muncul dari seorang anak ingusan seperti saya beberapa
tahun yang lalu saat masih duduk di SMA, masa awal mengenal kata ini. Dulu saya
pikir dakwah adalah sebatas ceramah, menyampaikan ayat-ayat Allah di
masjid-masjid, di majelis ilmu dan di pesantren-pesantren yang isinya melulu
hanya ceramah yang monoton dan yang hanya boleh dilakukan oleh para Ustadz dan
bisa berbahasa Arab walaupun sedikit. Tapi seiring berjalannya waktu, seiring
bergulirnya hari, pemahaman-pemahaman yang lebih luas dan terbuka tentang dakwah
akhirnya saya temukan. Hingga pada suatu hari saya mendapatkan sebuah kalimat
yang sangat indah. Kalimat yang membuat saya jatuh cinta dengan jama’ah ini. “ Dakwah itu cinta. Dan cinta akan meminta
segalanya darimu. Sampai pikiranmu. Sampai perhatianmu. Berjalan, duduk dan
tidurmu. Bahkan di tengah lelapmu, isi mimpimu pun tentang dakwah. Tentang
ummat yang kau cintai.” Almarhum KH. Rahmat ‘Abdullah. Dan akhirnya saya
memutuskan untuk memilih jama’ah ini sebagai wadah untuk melakukan kerja
dakwah.
Kalau ditanya
apa yang paling berkesan buat saya ketika melakukan kerja-kerja dakwah? Sebenarnya
saya malu dengan pertanyaan ini, karena saya menyadari bahwa belum banyak
kontribusi yang saya berikan untuk jalan dakwah ini. Apa yang sudah saya
berikan? Rasanya belum ada. Apalagi bila dibandingkan dengan para pendahulu
saya di jama’ah ini. Saya tidak ada apa-apanya. Tapi kalau diharuskan mengungkapkan
kesan, baiklah… akan saya ungkapkan. Rasa-rasanya semua berkesan, tidak ada
yang tidak berkesan. Mulai dari kesan paling sedih maupun kesan yang paling
menyenangkan. Saya yakin semua orang yang berkecimpung di dunia dakwah pasti
mengalaminya. Namun kesan sedih tidak perlu kita kenang-kenang, mengingat
nasehat seorang Murobbi besar kita, almahrum KH. Rahmat Abdullah yang
mengatakan, “ Ada dua hal yang harus
selalu kita ingat. Kebaikan orang lain terhadap kita dan keburukan kita
terhadap orang lain. “ Kebaikan orang lain adalah hal yang menyenangkan,
karena itu ia harus dikenang. Sedangkan keburukan oranglain pada kita adalah
hal yang tidak menyenangkan jadi tidak perlu dikenang. Nah, karena kesan sedih
itu tidak menyenangkan maka ada baiknya kita lupakan. Tidak perlu
disebut-sebut. Lebih baik kenang saja ketidakbaikan kita pada orang lain yang
kalau dikaitkan dengan dakwah, ketidakbaikan kita itu mungkin kurang ikhlasnya
hati, kurang lurusnya niat, kurang sabarnya dalam berbuat, kurang banyaknya
kontribusi, kurang yakinnya pada janji-janji Allah, kurang benarnya kita dalam
memperlakukan saudara, kurang seringnya kita berdoa untuk kemaslahatan ummat,
kurang banyaknya kita dalam meningkatkan amal ibadah, serta kurang-kurang
lainnya yang hanya diri kita dan Allah saja yang tahu.
Kesan yang
paling berkesan buat saya adalah ketika orang yang saya dakwahi menjadi lebih
baik dari saya. Lalu ia mendoakan saya dalam diam sehingga saya diistiqomahkan
Allah untuk tetap berada di jalan dakwah ini. Meski pasang surut semangat jauh
lebih fluktuatif dari ombak di lautan. Atau ketika fitnah besar-besaran bertubi
menerpa wajah dakwah ini, namun kita masih menjadi orang yang tetap tegar
berdiri mendengar semua celotehan itu dengan tetap berprasangka baik dan memutuskan untuk tetap berada dalam
jama’ah ini. Merapatkan barisan kembali lalu
berkata, “ Beginilah jalan dakwah
mengajarkan kami.”
Taujih Rabbani :
“ (yaitu)
orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang
yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia [250] telah
mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada
mereka", Maka Perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab:
"Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-baik
Pelindung. Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari
Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah.
dan Allah mempunyai karunia yang besar [251]. Sesungguhnya
mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan
kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut
kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang
beriman. ( QS. Ali Imran: 173-175 )
[250] Maksudnya: orang Quraisy.
[251] Ayat 172, 173, dan 174, di
atas membicarakan tentang Peristiwa perang Badar Shughra (Badar kecil) yang
terjadi setahun sesudah perang Uhud. sewaktu meninggalkan perang Uhud itu, Abu
Sufyan pemimpin orang Quraisy menantang Nabi dan sahabat-sahabat beliau bahwa
Dia bersedia bertemu kembali dengan kaum muslimin pada tahun berikutnya di
Badar. tetapi karena tahun itu (4 H) musim paceklik dan Abu Sufyan sendiri
waktu itu merasa takut, Maka Dia beserta tentaranya tidak Jadi meneruskan
perjalanan ke Badar, lalu Dia menyuruh Nu'aim Ibnu Mas'ud dan kawan-kawan pergi
ke Madinah untuk menakut-nakuti kaum muslimin dengan menyebarkan kabar bohong,
seperti yang disebut dalam ayat 173. Namun demikian Nabi beserta
sahabat-sahabat tetap maju ke Badar. oleh karena tidak terjadi perang, dan pada
waktu itu di Badar kebetulan musim pasar, Maka kaum muslimin melakukan
perdagangan dan memperoleh laba yang besar. Keuntungan ini mereka bawa pulang
ke Madinah seperti yang tersebut pada ayat 174.
Kalau kata almarhum Ust. Rahmat bahwa
cinta akan menuntut segalanya darimu, ya benar. Tapi saya juga ingin mengunkapkan
sesuatu tentang cinta. Bagi saya, Cinta
adalah konspirasi antara rindu dan cemburu. Mengapa demikian? Karena akan
selalu ada rindu yang mengalir saat kita tidak lagi berbuat untuk dakwah ini,
saat kita tidak lagi berkumpul bersama dalam jama’ah ilmu, saat kita tidak lagi
saling menasehati dalam kebaikan dan memotivasi dalam kebenaran, saat kita
tidak lagi terlibat dalam segala hal yang berbau dakwah ( baca: kebaikan ). Lalu
rindu itu diprovokasi oleh rasa cemburu. Cemburu melihat orang lain lebih baik
daripada kita, cemburu melihat orang lain lebih semangat dalam bekerja, cemburu
ini dan cemburu itu yang akhirnya menimbulkan sebuah rasa bernama CINTA yang pada akhirnya menyadarkan kita bahwa “
Aku harus berbuat sesuatu untuk dakwah ini. “
-
Wallahu a’lam bis Showab -
P. Berandan, 22 April
2013