“ hujan turun menghiasi lukisan pagi
si lidah hitam bersih mengkilap
pohon dan kendara dapat berkaca
sedang langit bermuram durja “
Pagi itu, 04 November 2012 adalah
jadwal ku ke Medan untuk mengunjungi rumah penuh cinta para pengukir pena yang
bernama “ Rumah Cahaya “ milik FLP sumut yang terletak di Jln. Sei Deli dekat
kampus IBBIE Gang Sauh no 18Y, Medan Petisah . Rumah
yang cahayanya selalu ku rindukan sebab setiap kali aku pulang dari sana ada
sepotong hati yang sepertinya tertinggal sehingga aku harus kembali lagi untuk
kesekian kali agar sepotong hati itu menjadi utuh. Namun pagi kali ini
nampaknya tak bersahabat. Sebab sejak subuh buta kotaku sudah di guyur hujan.
Jujur saja, aku kurang bias menikmati hujan pagi. Aku mengajak langit berdamai
namun agaknya ia terlalu jauh untuk mendengar ucapan damaiku. Sedikit malas aku
melangkah ke luar kamar untuk memperkirakan kapan hujan akan berhenti. Namun
aku sadar aku bukan peramal cuaca dan akhirnya aku memutuskan untuk tetap pergi
walau hujan masih senang menari. Setelah meminta izin pada Ibunda tercinta aku
pun melangkahkan kaki dengan mantap. Bismillah…. Aku berangkat !!!
Kacamataku berembun untuk yang
kesekian kali. Sebab memang semingguan ini hujan begitu akrab dengan bumi.
Karena itulah akhirnya aku memutuskan untuk tidak lagi meminta hujan berhenti
sebab aku tak ingin mengganggu keharmonisan ala m ini. “ Lihatlah, banyak
cermin berembun yang menghiasi jalan raya. “ Aku berbicara pada
diriku sendiri. Ini pertemuan yang kesekian di rumah cahaya.
Semoga aku tidak terlambat hanya karena hujan memintaku duduk lebih lama
di kota ini untuk melihatnya menari. Berjalan membelah hujan yang tak gerimis
juga tak lebat, menuju terminal untuk mencari timtak untuk meluncur ke
kota Medan. Pukul 08.00 wib angkot berangkat dan tiba di Medan pukul 09.30 wib.
Deg ! Jantungku berdebar-debar sebab biasanya pukul 09.00 wib aku sudah tiba di
Pinang Baris. Artinya aku akan terlambat. Medan ternyata juga diguyur hujan.
Aku sibuk mencari angkot lain yang bisa mengantarku ke Rumah Cahaya secepat
mungkin. Alhamdulillah, tak berapa lama langsung ketemu dan akhirnya nafasku
sedikit teratur. Setelah lebih kurang tiga puluh menit aku mulai khawatir lagi
sebab biasanya waktu segini cukup untuk menempuh jarak ke Sei Deli.
Ahh,,,ternyata aku salah naik angkot ! Hiks…..
***
Setelah berjuang mengejar waktu yang
aku pikir aku bisa mengalahkannya, akhirnya aku tetap terlambat. Aku kalah.
Pukul 10.35 wib baru tiba di Rumah Cahaya padahal jadwal sebenarnya adalah pukul
10.00 wib. “ Tak apalah, biar lambat asal selamat. Lebih baik telat daripada
tidak sama sekali ,“ aku menghibur diri. Sedikit yang menambah terhiburnya
hatiku adalah karena ternyata pematerinya belum hadir. Itu artinya aku tidak
ketinggalan materi sedikitpun. Sambil menunggu pemateri acara pun dimulai
dengan tilawah.
Alhamdulillah setelah menunggu
sekian menit akhirnya pemateri bernama Bapak Ys. Rat ( Sastrawan Sumut )
yang akan menyampaikan materi mengenai Cerpen dating juga dan materi pun
dimulai. Aku berusaha mencerna setiap kata yang beliau paparkan. Bahasa
sastrawan memang membutuhkan sedikit kerutan di dahi agar kita bisa memahami
apa disampaikan. Kayaknya sih gitu, hehee. Beberapa hal yang aku ingat dari
yang beliau sampaikan adalah filsafat monyet dan filsafat
wanita. Agaknya ini sedikit menimbulkan kontroversi . :D
“ Berilah rasa di setiap yang kita
tulis, bawa pembaca masuk ke dalam alurnya. Kalau hati kita sendiri tidak
terenyuh membaca cerita yang kita buat, bagaimana yang lain bisa terenyuh saat
membacanya, “ kata beliau menarik perhatianku.
Dari materi yang beliau paparkan ada
beberapa hal yang menarik untu ku simpulkan :
- Berceritalah sesuai halaan nafas.
- Karya yang anda tulis harus berkarakter, tidak penting
karya itu diapresiasi atau tidak, yang terpenting adalan anda terus
berkarya.
- Jangan cepat puas dan jangan mengejar target dalam
menulis, sebab bila target itu sudah tercapai dan anda merasa puas maka
anda akan berhenti menulis.
- Modal Menulis :
- Keindahan
bahasa
- Pandai
Bercerita
- Pokok
pikiran yang mau disampaikan ( tema ide).
Dan yang paling menggelikan buat
saya ketika beliau mengatakan, “Bilang "taik" sama setan itu gak
dosa! “ Hahaa, iya pulak ya kalau dipikir-pikir. Itu adalah jurus jitu untuk
melawan godaan setan yang membuat kita malas menulis. Hehee…
Ba’da zhuhur acarapun selesai. Aku
pikir acaranya cukup sampai di sini sebab biasanya seluruh peserta magang
angkatan V FLP Sumut langsung pulang ke rumah masing-masing. Namun sebelum
beranjak, kak Dewi memberitahukan kabar gembira bahwa seluruh anggota
magang dan pengurus FLP Sumut berkesempatan untuk bertemu dan bertatap muka
dengan Habiburahman El Shirazy yang akrab dipanggil
Kang Abik di UMN ( Universitas Muslim Nusantara ). Surprise !!! Mimpi apa aku
semalam?? Rasa bahagia membuncah. Tak pernah terbayangkan sebelumnya. Thak’s
GOD. Hari minggu ini semakin ungu saja rasanya ( secara aku pecinta warna ungu,
hehee ).
Beranjak dari Rumah Cahaya setelah
menunaikan sholat zhuhur aku dan kawan-kawan bergegas ke UMN. Mencari angkot
secepatnya menuju ke sana. Kami tak ingin menyia-nyiakan kesempatan berharga
ini. Walau sempat cemas karena angkot yang ditunggu cukup lama hadirnya,
akhirnya kami tiba juga di UMN dengan selamat sentosa! Aku semakin deg-degan
euy. :D
Aku pikir ini deg-degan satu-satunya
yang aku rasakan siang itu. Ternyata ada rasa deg-degan kedua, yah….semacam
deg-degan susulan ( kayak gempa aja, hehe ) yang cukup membuat cemas diriku dan
kawan-kawan saat itu. Detik-demi detik bergulir, menit demi menit berlalu,
sampai mencapai bilangan jam Kang Abik tak kunjung jua. Aku benar-benar sangat
khawatir kalau-kalau tidak jadi bertemu dengan beliau. Bagaimana tidak, Kang
Abik yang ditunggu sejak tadi, sejak sebelum Ashar sampai Ba’da Ashar pun belum
juga tiba. Untuk mengatasi ketegangan dan mencairkan suasana Kak Fadhli dan Kak
Cipta pun membuka dialog layaknya Kang Abik ( yang diperankan oleh kak Cipta )
dan ketua umum FLP Sumut yang sedang bercerita. Dibantu oleh kak Arie, kak
Ririn, kak Fitri dan kakak-kakak yang lain suasana menegangkan itu pun terasa
lebih rileks. Aku sendiri sangat terhibur dengan ulah mereka yang begitu
berbakat membuat orang-orang tertawa. Hehe, ternyata mereka punya bakat melawak
juga ya.
Alhamdulillah untuk yang kesekian
kali. Akhirnya datang juga Kang Abiknya :D
Mulailah terjadi dialog yang
sesungguhnya antara Kang Abik dan para peserta magang juga pengurus FLP Sumut.
Dialog yang begitu santai, mengalir dan ringan. Kami yang tadi sempat karena
khawatir tak jadi bertemu Kang Abik kini menjadi sumringah.
Dari beberapa pertanyaan yang ada,
yang masih aku ingat pertama sekali adalah pertanyaanku sendiri. Hehe… Lebih
kurang dialognya begini ( Versi saya ).
“ Begini Kang, apakah ada
hubungannya antara kondisi ruhiyah kita dengan hasil tulisan yang kita buat.
Dan buat Kang Abik sendiri apakah ada waktu khusus untuk menulis? “
“ Setiap
orang punya keadaan psikologis yang berbeda-beda. Karena antara orang yang satu
dengan orang yang lainnya memiliki rutinitas dan aktivitas yang juga
berbeda-beda. Karena itu pula setiap orang memiliki waktu tersendiri dalam
menulis. Ada yang bisa dan mampu menulis dalam kondisi yang benar-benar sepi
tanpa ada suara apapun. Ada yang bisa menulis di saat ramai bahkan ada juga
yang tetap bisa menulis sambil melakukan aktivitas yang lain. Namun secara umum
memang ada waktu yang paling produktif untuk itu. Waktu menulis yang paling
produktif itu adalah ba'da shubuh. Sebab di saat inilah hati dan pikiran kita
kembali fresh. Saya sendiri paling suka menulis di saat seperti ini. Ba'da
shubuh setelah membaca Al-Ma'tsurat saya mulai start menulis sampai jam
sembilan kemudian istirahat, minum teh sejenak. Dilanjutkan dengan sholat dhuha
dan nanti kalau punya waktu senggang lagi baru dilanjutkan menulisnya. Jadi
jika orang lain mulai start menulis pukul delapan, kita sudah lebih dulu
menulis. Artinya kita harus bisa lebih dulu dari orang lain jika memang kita
ingin menjadi penulis yang sukses. "
Kang Abik menuturkan sambil
diselingi sedikit candaan. Ternyata beliau humoris juga. ^_^
Pertanyaan penutup yang cukup serius
namun menyenangkan adalah pertanyaan dari kak Fitri Amaliyah Batubara (
sebenarnya ada 3 pertanyaan kak Fitri tapi hanya 2 yang paling aku ingat ) yang
menanyakan, " Begini kang, nama Ana Althafunisa atau Azzam sekarang kan
banyak dipakai orang tua untuk memberi nama anaknya, bagaimana menurut kang
Abik? Dan bagaimana pula caranya menentukan nama yang akhirnya dipakai banyak
orang? “
“ Wah, bagus itu. Azzam itu kan
bagus. Ana Althafunnisa juga baik artinya. Bagaimana membuat nama yang akhirnya
dipakai oleh banyak orang, yang pertama saya lakukan adalah penokohan.
Saya lebih dulu menentukan karakter dari tokoh-tokoh yang ingin saya buat. Misalnya
tokoh Azzam saya sesuaikan dengan namanya yang berarti memiliki takad atau
semangat yang kuat, pantang menyerah. Ya seperti yang digambarkan dalam novel
KCB itulah karakternya. Atau seperti Ana Althafunnisa yang seperti digambarkan
juga dalam novel KCB, seperti itulah karakternya dan saya memilih nama Ana
Althafunnisa untuk wanita yang karakternya seperti Ana. Kenapa saya memilih
bahasa Arab untuk memberi nama tokoh-tokoh yang saya tuliskan, karena bahasa
Arab itu bagian dari Islam dan saya harus memperkenalkannya. Saya harus bangga
memakai bahasa Agama saya. Kalau yang kita sampaikan adalah sebuah kebenaran
kenapa harus malu? Lah, mereka yang bermaksiat saja ndak malu dengan
maksiatnya. Masa kita kalah sama mereka. Kenapa juga saya memilih Oki Setiana Dewi
sebagai pemeran Ana Althafunnisa, ya karena menurut saya Oki adalah sosok yang
paling mendekati tokoh Ana. Ya kan ndak mungkin saya memilih JuPe sebagai
pemeran Ana dalam KCB. Iya ta? Apa anda- anda semua terima? Hehee….Ya ndak ndak
kan? "
Kompak kami semua mengatakan “
tidak!!! “ Hehe….ga rela saya JuPe jadi pemeran Ana Althafunnisa.
Perntanyaan Kak Fitri selanjutnya
yang paling WAH adalah yang ini.
“ Kang… bolehkah kita memilih jodoh
kita sendiri dengan menyebutkan cirri-ciri atau kriterianya secara detile
kepada Allah ketika kita berdo’a atau menyerahkannya saja kepada Allah?
Bagaimana menurut kang Abik ? "
Beliau menjawab lebih kurang begini,
" Kita ini boleh memilih kok. Karena itu dalam proses mengkhitbah kita
dibolehkan melihat wajah wanitanya lebih dulu. Ya kalau cocok, kalau menurut
kita orang tersebut bisa dijadikan teman hidup dan kita mentep, ya berarti ini
namanya memilih kan? Cuma ya kalau berdo'a itu harus pakai cara yang baik.
Bukankah kita sudah tau cara dan adab berdo’a yang benar dan sopan? Masa iya
kita minta sama Allah, ‘ ya Allah jika ia bukan yang terbaik untukku maka
baikkanlah ia lalu jodohkanlah denganku. Atau, ‘ ya Allah berilah aku jodoh
yang baik, cantik, yang seperti ini dan seperti ini.’ Wah, itu mah maksa. Itu
namanya kita mendikte Allah. Ya ndak boleh begitu itu sama Allah. Hehee. "
Beliau tertawa.
Suasana di sekitar ruangan semakin
hangat.
Beberapa pesan beliau yang membuat
aku terkesan adalah, “ Kuasailah bahasa selain bahasa Indonesia, yang bahasa
itu dijadikan bahasa pengetahuan karena memiliki akar kesusastraan yang tinggi.
Dan bahasa Arab termasuk salah satunya. “
Pukul 18.00 wib bincang-bincang
bersama Kang Abik selesai. Dilanjutkan dengan acara minta tanda tangan dan
poto-poto bersama beliau. Ini dia bagian yang paling ditunggu-tunggu oleh
semua ( poto bersamanya ada di bagian paling bawah note ).
Pukul 21.30 wib aku pun tiba di kota
tercinta, Pangkalan Berandan. Kemudian lanjut menuju rumah kediamanku dan
keluargaku. Aslinya milik orangtuaku. Hehe…
Sesampai di rumah, setelah berhasil
melepas lelah. Aku mendapat satu pelajaran yang begitu berharga :
* Untuk bertemu dengan sosok yang
kita kagumi, kita cintai, kita rindukan atau kita banggakan. Ada harga mahal
yang harus kita bayar. Persiapan, kesabaran, perjuangan, dan lainnya. Pertemuan
hari ini sungguh membuat saya berpikir, sudah sepantasnya, selayaknya dan
seharusnya lah kita bahagia dan mendambakan pertemuan dengan Sang Kekasih
nanti. Semoga saat-saat pertemuan dengan Allah adalah saat-saat yang sangat
kita rindukan. Melebihi saat ini, melebihi saat kita bertemu dan bertatap muka
langsung dengan tokoh penulis kesayangan kita ’Kang Abik ‘. Bila benar, kita
mengaku mencintai-Nya.
Alhamdulillah 'ala Kulli Hal….
Terimakasih juga buat Kak Fitri
Amaliyah Batubara dan semua pihak yang terlibat dalam temu ramah antara Anggota
magang dan pengurus FLP Sumut dengan Kang Abik, Habiburrahman El Shirazy.