Sabtu, 22 September 2012

Noktah Rindu



Senoktah rindu pekat dulu melekat
Pada sebilik hati yang sepi tak berpenghuni
Ku titipkan noktah itu pada lautan
Agar rindu ini meluas ke seluruh samudera
Hadir ke permukaan dunia menebar suka
Lalu menguap ke angkasa raya
Berkuntum dalam  mendung rindu yang merundung
Ribuan musim bergulir dan berlalu
Akhirnya tumpah ruah dari langit kasih-Nya

Noktah-noktah rindu itu menghujani penduduk kalbu
Memekarkan sekuntum bunga di taman hati
Pelangi kini tersenyum, merekah
Mentari pun melebarkan sayap-sayapnya
Menebar hangat selembut sutera
Mencumbu mutiara berbalut jingga


Puisi ini pesanan seorang teman :D 



 

By Vivi Suryani,
P.Berandan, 09 Maret 2012

Senin, 17 September 2012

Pelataran Cinta

Terombang ambing di lautan dosa
Kehilangan arah tempat berserah
Tersesat di pulau maksiat
Terdampar di tanah yang hambar



Jauh...sangat jauh.

Tak ada pegangan yg dapat diandalkan
Semua membisu mencengkram kalbu

Tak adakah sebait nada yg menyentuh jiwa?
Tak adakah sebaris lagu penentram kalbu?
Atau sebait puisi di tempat ini, yang mengisi hati?

Perih tak terperi
Air mata tiada henti menghiasi hari-hariku di sini

Pengandaian menjadi angan-angan yang memanjakan dalam buaian setan
Semakin jauh berjalan, semakin terpuruk di kegelapan
Tertatih di tengah hutan kezhaliman,
hanya pepohonan hitam yg hidup dlm kekokohan

Tak ada yg dpt dijadikan sahabat atau kerabat
Tak ada yg dpt dipercaya utk bertanya
Lalu, mau kemana?
Tempat ini melumpuhkan semua potensi

Menangis, hanya itu yg bisa
Menyesal ?? Pasti.

Tapi mengapa menaiki perahu yg tak tentu pelabuhan tuju?

Kini semua tlah terjadi
Aku tersesat di sini
Sendiri
Sepi
Hampa menggerogoti jiwa

Ku coba mengumpulkan kembali puing-puing mutiara yg masih tersisa
Berharap kelak ia pasti berharga

Kehabisan energi
Sejenak napasku terhenti
Sedetik jantungku tak berkutik
Darahpun seolah berhenti mengalir

Tidaaak !
Aku harus bangkit
Berjuang menemukan jalan terang
Keluar dari kematian iman
Meninggalkan kampung kejahilan
Beranjak jauh dari negeri kelalaian

Aku masih punya Tuhan tempat meminta kekuatan
walau tak tahu apa aku masih pantas meminta
Aku punya saudara seiman
yang mungkin menyisihkan sepotong doa tuk kebaikan
Aku tak akan mati di sini
Di pulau maksiat ini

Kan ku arungi samudera jiwa
Mencari tambatan taqwa yg sebenarnya
Kan ku kayuh perahu baru
di belantara lautan cobaan
Meski harus tersisih dlm keterasingan
Aku tetap berjuang

Duhai Allah...
Izinkan aku berlabuh di pelataran cinta-Mu
Karna aku tak ingin lepas dari pelukan-Mu

Sebelum ajal menjemputku
Izinkan daku menjemput hidayah-Mu
Harapku slalu,
di setiap tangis dalam doaku.


Vivi Suryani, 18 Maret 2010

H A T I


Hati itu seperti BUKU
yang harus ditata rapi pada raknya
yang harus sering dibaca untuk memahami isinya
dan harus dilindungi untuk menjaga keutuhannya.
Hati juga seperti BUNGA
yang harus selalu disirami agar tetap bersemi
yang harus diberi pupuk agar indah mekar
yang harus selalu dirawat agar tetap sehat
dan bisa juga layu ketika dilanda rindu.
Atau seperti rangkaian DAUN di pohon kehidupan.
Semakin hijau semakin menyejukkan
Semakin lebat semakin meneduhkan
Dan semakin kering akan semakin berguguran.
Ketika daun itu jatuh dari dahannya
ia harus dipungut agar berharga
setidaknya dikumpulkan menjadi pupuk yang berdaya guna.
Karena hati adalah sesuatu yang harus dikelola
agar semakin indah dan bermakna di mataNya
Duhai Allah, Tuhanku yang Maha Hidup
Hidupkan hatiku dan hati kami
seperti Engkau menghidupkan kekasihMu...




Vivi Suryani,
16 November 2011
Di sudut rindu mendambaMu..

Berlutut pada Maut


Helai demi helai nafasku terlepas
Berguguran di bumi cinta
Ada banyak cerita yang tertinggal di sana
Bersama jutaan nestapa
Aku tertatih dalam harap yang mulai letih
Aku terseret di tengah kerasnya kenyataan

Getir,
Bibir ini mencibir dzikir
Berlutut pada maut
Harap ia datang lain kali
Atau datang lebih lama
" Tapi inilah kenyataan, Tuhan sudah menunggumu ", jawabnya.





Vivi Suryani,
05 Januari 2012

Surat Cinta untukmu Kakak



Engkau yg pernah mengajarkanku arti kebenaran
Terimakasih
Walau akhirnya engkau sendiri menenggelamkan diri
dalam ketidak-baikan.

Engkau yang mengenalkanku tentang keikhlasan berjuang
Terima kasih
Walau akhirnya engkau sendiri menentang takdir Tuhan.

Engkau yang pernah menyelimutiku
dengan rajutan nasehat indah
Terimakasih
Walau pada akhirnya engkau sendiri lupa
untuk menasehati diri.

Engkau yang pernah membalutku
dengan hangatnya ukhuwah
Terima kasih
Walau pada akhirnya
engkau sendiri memporak-porandakan
jalinan cinta atas nama-Nya.

Engkau yang menyuruhku membalut tubuh ini
dengan pakaian yang kau bilang "pakaian taqwa"
ketika dulu aku telanjang
Terimakasih
Walau pada akhirnya engkau sendiri menelanjangi diri
justru di saat aku belajar menutup tubuhku rapat-rapat.
Kau tanya aku, kecewa?
Ya, aku kecewa !
Sangat kecewa
Kurasa kau pun tau itu.

Jangankan aku,
kau pun pasti kecewa dengan dirimu sendiri.
Aku tahu itu.
Coba tanya hati kecilmu!
Hati yang dulu seputih salju.
Selembut awan
Sehalus sutera
Tanyakanlah !!
Apa katanya?
Kau tanya aku, marah??
Ya, aku marah!
Bahkan sangat marah!!
Tapi bukan padamu,
melainkan pada diriku sendiri.
Kenapa?
Karena aku tak mampu mengembalikanmu
seperti dulu
Seperti yang ku kenal dulu
Indahmu lebih indah dari bidadari
Tapi itu dulu.
Ya...., itu dulu.
Kau tanya aku, membencimu?
Tidak.
Sama sekali tidak.
Bagaimana bisa aku membenci
sedang kau telah menyelamatkanku dari tersesatnya hati ?
Bagaimana bisa aku membenci
Sedang kau telah membuatku mengenal agama ini
mengenal Tuhanku
mengenal siapa musuh
mengenal siapa kawan.
Rasa kecewa ini
wujud sayangku
Rasa marah ini
wujud cintaku
Karna kita hadir dan dipertemukan Allah
bukan untuk saling membenci.
Tidak juga menJustifikasi.
Meski salah satu diantara kita
mungkin mengecewakan atau bahkan me-munafikkan diri.
Aku dan kau
Selamanya saudara
yang dibingkai dalam figura ukhuwah.
Ya....ukhuwah.
Meski tak seindah dulu...

Beku Dalam Bisu


Hening tak bergeming
Beku dalam bisu
Berdetak tapi tak mampu bergerak
Semua sendi bagai terkunci
Nadi bagai berhenti
Air mata terurai
Jatuh meruah gerimis tangis
Mengiris; meringis
Aku...
Aku kaku
Aku...
Aku malu
Lisan ini terlalu banyak bicara
hingga mungkin banyak yang terluka

Aku tersandar dalam sadar
Berpendar dalam pusara hati
Aku yang zholim ini
terlalu hina untuk dipuji
Aku yang hina ini
lebih pantas untuk dimaki
Aku...
Aku tak seindah bidadari
Bahkan tak seelok kasturi
Aku hanya seonggok daging
yang esok mungkin membusuk
Aku bahagia berada di antara bunga
Menikmati harumnya dan menjaganya di taman hati
Labilitas membuat ku terbatas untuk memahami
Egoisme membuat kita lupa untuk saling mengerti
Atau mungkin rindu yang terlalu dalam membuat kita tak saling percaya
Entahlah!
Bukan salahmu
Bukan salah mereka
Hanya salahku yang tak mampu mengelola kalbu
Lisan ini masih basah oleh dosa
Ku mohon keringkan dengan sehelai maaf
Lisan ini masih kotor oleh debu prasangka
Ku mohon bersihkan dengan sebatang ikhlas
Sejatinya ukhuwah tak menyakiti
Seharusnya ukhuwah saling memahami dan menghargai
Semestinya ukhuwah menyatukan ribuan hati
Aku tak minta dihargai karna aku pun belum mampu menghargai
Aku yang terlalu kecil menilai
Aku yang terlalu kerdil memahami
Aku yang terlalu sempit menterjemahkan
Aku tak ingin kehilangan hangatnya mentari yang kemarin
Meski mendung tak dapat ku bendung
Aku tak mau kehilangan satupun warna pelangi di langit hati
Walau ada satu warna yang mungkin pudar
Dan kalian adalah warna warni itu
Warna yang membuat hidupku bermakna
Warna yang menghiasi sepinya hati
Warna yang mengoyak gulita
Warna yang menemani senja
Semoga tulisan ini
menyentuh titik maaf yang tulus dari hati
Setulus angin yang berhembus
Agar harum bunga kemarin dapat ku nikmati
Agar warna pelangi kemarin bersemi, tak pudar lagi
Kalian,
Bunga di taman hati
Kalian,
Bidadari yang mewarnai pelangi.
Hari esok pasti ada
tapi mungkin bukan milik kita
Mentari esok pasti ada
tapi belum pasti menyapa kita
Karna kita tak pernah tau
Kapan maut menjemput
Kapan usia berakhir
Kapas nafas ini berhenti

Ukhtii,
Akhii,
Maaf untuk semua salahku
Maaf untuk semua tutur bahasa yang sempat menjadi bisa
Maaf untuk semua kata yang sempat mengoyak jiwa
Maaf untuk lisan yang kadang menyakitkan
Sedikitnya ilmu membuatku tak mampu memahamimu
Sedikitnya iman membuatmu tak nyaman di dekatku
Bantu aku dengan maafmu
Kuatkan aku dengan doa-doamu
Aku….
Seonggok hina yang meminta sebutir doa dan setulus maaf
dari kalian, saudara seiman.





Saudarimu, Vivi Suryani
23 Maret 2012
Di ujung jalan

Jumat, 14 September 2012

Inilah Puisiku


Puisiku basah oleh resah 
patah oleh perintah 
kalut oleh kabut
 berselimut rasa takut
 bergelut dalam kelut

Kering telaga pikir ditelan kemarau jiwa
 Haus kata mencari makna
 Dahaga menulis cerita

 Lumpuh pena yang ku kayuh 
Karam inspirasi yang ku asuh
 Patah arah labuh

bertengkar segala kata
 berambisi mengambil tahta

Semakin ku rajut semakin kusut 
Benang kata tak lagi rupa
 makna, apalagi 

huruf ku urut
 kosa ku tata
 pena ku asah 
ku tajamkan lagi segala indera
 dan jemariku pun bernyanyi
 " inilah puisiku "
 Hanya ini, tak lebih




Kampus Tercinta, 20 Mei 2012

Meraba Maya Lewat Cerita

Aku kehilangan kata yang dilahirkan pena
Meraba maya lewat cerita
Kemarin,
saat ribuan puisi mencibir hati
Aku tetap bertahan dengan puisi ghaib
yang ditulis masa lalu
Menikmati indahnya inspirasi jiwa
yang tergambar jelas dalam rentetan waktu

Aku tak pernah kehabisan imajinasi

untuk melukiskan indahmu

Ku cari sebait puisi yang kemarin
Ku telusuri semua sudut kamar
Tapi tak ku temui

Aku tersadar
Ketika penaku terjatuh ke lantai
Kertasku masih putih tak berisi
Ternyata semua hanya mimpi...

Di sudut kamar,  13 Februari 2012
 

Jerit Hati

Kemana wajah ini harus ku sembunyikan 

agar tak lagi bertatap muka dengan wajah bersimpati,
Kemana harus ku benam telinga
agar redam segala suara indah dari negeri sebelah sana,
Atau haruskah ku kubur hati
pada ladang mati agar tak menumbuhkan tunas berduri?

Tuhan,
aku hanya tak ingin
salah dalam menterjemahkan makna
dari apa yang ku rasa, ku lihat dan ku dengar.

Bantu aku untuk merasionalkan hati, mata dan telinga ini.
Hingga logika ku tak buta hanya karena terpesona pada keindahan dunia...


Vivi Suryani,
11 September 2012